TENTANG ADZAN

TENTANG ADZAN

Oleh Gus Ahmad Rifai

  1. Sejarah Adzan

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَوَاتِ وَلَيْسَ يُنَادِى بِهَا أَحَدٌ فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِى ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمُ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ قَرْنًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِى بِالصَّلاَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ »

Suatu waktu ketika kaum muslimin tiba di Madinah, mereka berkumpul sembari menunggu waktu salat. Namun tidak seorangpun di antara mereka yang bisa memberitahukan bahwa waktu salat telah masuk. Sehingga pada suatu hari mereka bermusyarawah untuk membahas persoalan tersebut. Sebagian sahabat mengusulkan agar menggunakan lonceng sebagaimana yang digunakan oleh orang-orang Nasrani dan sebagian yang lain dengan tanduk sebagaimana digunakan oleh orang-orang Yahudi dalam upacara keagamaan mereka, Namun sahabat Umar bin Khaththab berkata “alangkah baiknya kalian menjadikan seseorang yang bertugas untuk memanggil orang-orang salat”, kemudian Rasulullah SAW menyetujui usulan Umar dan berkata “wahai Bilal, berdirilah serta panggillah manusia untuk mendirikan salat!” (HR. Muslim)

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَمِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ أَرَادَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى الأَذَانِ أَشْيَاءَ لَمْ يَصْنَعْ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ فَأُرِىَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ الأَذَانَ فِى الْمَنَامِ فَأَتَى النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ « أَلْقِهِ عَلَى بِلاَلٍ

Abdullah bin Zaid berkata: “Nabi SAW berkeinginan untuk mencari cara dalam memberitahukan waktu salat (azan), namun beliau belum juga menemukannya”. Abdullah bin Zaid telah bermimpi mengenai kalimat-kalimat azan dalam tidurnya. Lalu dia mendatangi Nabi SAW untuk memberitahukan hal tersebut, kemudian Nabi SAW pun berkata “Ajarkanlah kata-kata itu kepada Bilal!”. (HR. Abu Dawud)

  1. Adzan Juma’t 1x dan 2x

السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ يَقُولُ إِنَّ الْأَذَانَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِينَ يَجْلِسُ الْإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِي خِلَافَةِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرُوا أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِالْأَذَانِ الثَّالِثِ فَأُذِّنَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ

Saib bin Yazid berkata: “Pada masa Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar, azan di hari Jum’at pada awalnya hanyalah ketika Imam duduk di atas mimbar. Pada saat Ustman bin Affan menjabat sebagai khalifah dan manusia sudah semakin banyak, beliau pun memerintahkan orang-orang untuk mengumandangkan adzan yang ketiga. Adzan tersebut dilakukan di atas zaura’ (sebuah tempat di pasar Kota Madinah) dan ketetapan itu diberlakukan untuk masa selanjutnya”. (HR. Bukhari no. 865, Abu Daud no. 919, Nasai no. 1375, Baihaqi 3/205)

Adzan Pertama adalah Adzan saat Khotib naik ke mimbar, Adzan Kedua adalah Iqomah, karena Nabi saw menyebut Iqomah dengan sebutan “Adzan”. Sedangkan Adzan ketiga adalah adzan tambahan sebelum khotib naik ke minbar yang diperintahkan oleh Sayyidina Utsman

  1. Keputusan Sayyidina Utsman disetujui oleh mayoritas sahabat.

Pada bagian akhir hadis riwayat Bukhari di atas dinyatakan

فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ

(ketetapan itu pun diberlakukan untuk masa selanjutnya). Ungkapan tersebut menurut Ibn Hajr mempunyai pengertian bahwa apa yang digagas oleh Khalifah Utsman bin Affan diterima secara baik oleh umat Islam di seluruh negeri pada saat itu, karena kedudukan Ustman bin Affan sebagai khalifah yang sangat dihormati dan dipatuhi oleh kaum muslimin. Dalam kata lain keputusan tersebut telah menjadi konsensus di kalangan sahabat. (Fath al-Bari bi Syarh Shohih al-Bukhori, juz II, hal. 453)

  1. Mengikuti Khulafaur Eosyidin merupakan perintah Nabi saw.

Melaksanakan 2x Adzan Jumat karena perintah Sayyidina Utsman bin Affan merupakan sesuatu yang diperintahkan oleh Nabi saw untuk mengikuti Khulafaur Rosyidin.

Sebagaimana disyariatkannya “pembukuan Al Quran” karena itu merupakan perintah Kholifah Abu Bakar.

Sebagaimana disyariatkannya Taraweh Berjamaah, setiap malam di Bulan Romadhon, 20 Rokaat karena itu merupakan perintah Kholifah Umar bin Khottob.

Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw bersabda :

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الخُلَفَآءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ

Pegang teguhlah sunnahku dan sunnah khalifah-khalifah setelahku. (HR. Tirmidzi, Ahmad)

ثُمَّ إِنَّ فِعْلَ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ إِجْمَاعاً سُكُوْتِياً لأِنَّهُمْ لاَ يُنْكِرُوْنَهُ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Sayyidina Ustman (Adzan Jumat 2x) itu merupakan ijma’ sukuti (kesepakatan tidak langsung) karena para sahabat yang lain tidak menentang kebijakan tersebut” (al-Mawahib al Laduniyah,  juz II,: 249)

  1. Fatwa Ulama tentang Adzan Jumat 2x

Madzhab Syafi’i

وَيُسَنُّ أَذَانَانِ لِصُبْحٍ وَاحِدٍ قَبْلَ الفَجْرِ وَآخرِ بَعْدَهُ فَإِن اقَتَصَرَ فَالأَوْلَى بَعْدَهُ,وَأَذَانَانِ لِلْجُمْعَةِ أَحَدُهُمَا بَعْدَ صُعُوْدِ الخَطِيْبِ المِنْبَرَ وَالأَخَرُ الَّذِيْ قَبْلَهُ

“Disunnahkan adzan dua kali untuk shalat Shubuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya. Jika hanya mengumandangkan satu kali, maka yang utama dilakukan setelah fajar. Dan sunnah dua adzan untuk shalat Jum’at. Salah satunya setelah khatib naik ke mimbar dan yang lain sebelumnya”. (Fath al-Mu’in: 15)

Bahkan ulama-ulama dari kalangan Wahabi pun juga turut menganjurkan untuk Adzan Jum’at 2x, sebagaimana Fatwa Lajnah Da’imah (MUI-nya Arab Saudi) 8/198, juga Ustadz Abdul Aziz bin Baz (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 12/347) dan Ustadz Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin 15/123–124)

  1. Adzan Jum’at 2x inilah yang dipraktekkan oleh Masjid-Masjid Besar di seluruh dunia sampai saat ini, seperti Masjidil Harom (Mekah), Masjid Nabawi (Madinah), Masjidil Aqsho (Palestina), Masjid Quba (Madinah), Masjid Agung Yaman, Masjid Agung Al Azhar Mesir, dll.