Kotoran Hewan yang katanya Tidak Najis
Oleh Gus Ahmad Rifai
Internet dan kemajuan ilmu teknologi, membuka cakrawala dan jendela pengetahuan kita.
Tapi ada satu celah, siapapun bisa mengisi, memasukkan, dan memberi informasi di dunia maya. Dan sayangnya, banyak sekali informasi di luar sana, _-terutama masalah agama-_ yang tidak pas, kurang _pênêr_. Informasi yang seperti inilah yang membuat umat kebingungan karena mereka belu. bisa membedakan mana yang bisa dan tidak bisa untuk diikuti. Salahsatu diantaranya ialah “Kotoran Hewan” yang katanya “Tidak Najis”.
Yuk kita bahas :
- Hadits tentang Najisnya Kotoran Hewan
خَرَجَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لِحَاجَتِهِ فَقَالَ « الْتَمِسْ لِى ثَلاَثَةَ أَحْجَارٍ ». قَالَ فَأَتَيْتُهُ بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةٍ فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ « إِنَّهَا رِكْسٌ »
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pergi untuk buang hajat. Beliaupun menyuruhku, “Carikan 3 batu untukku”. Akupun membawakan dua batu dan satu kotoran kering. Beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran kering itu, sambil bersabda, “Ini Najis.” (HR. Ahmad 3757, Turmudzi 17, ad-Daruquthni, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
- Pendapat Ulama tentang Najisnya Kotoran Hewan
Mengenai najisnya kotoran dari hewan yang harom dimakan, para ulama fiqih rhm. Bersepakat tentang kenajisannya. Sedangkan tentang najisnya kotoran dari hewan yang halal dimakan, mayoritas ulama fiqih rhm. menyatakan najis.
Dalam Kitab Al Mausuat Al Fiqhiyah :
أما الأرواث فيقول الأحناف: إنها نجسة عند عامة العلماء. ويقول الشافعية: إن كل ما خرج من السبيلين من حيوان مأكول فنجس كالبعر والروث. ويرى ابن حزم الظاهرى: أنه نجس، وتجب إزالته عما يصيبه من جسم الإنسان وثيابه ومكانه وكل ما يخصه لأن الله تعالى أمر على لسان رسوله بإزالته.
Adapun mengenai kotoran, Madzhab Hanafi berpandangan bahwa itu adalah najis menurut mayoritas Ulama.
Madzhab Syafi’i mengatakan bahwa semua yang keluar dari kemaluan dan dubur dari hewan yang halal dimakan hukumnya tetap najis seperti (kencing) unta dan kotorannya.
Adapun Ibnu Hazm Adz Dzohiri berpandangan bahwa hal itu adalah najis, maka wajib untuk membersihkannya jika kotoran tersebut terkena kepada tubuh orang, badannya, maupun tempatnya serta seluruh barang yang ia kenakan sebagaimana perintah Allah melalui lisan Rosul-Nya untuk mensucikannya.
- Bagaimana dengan meminum / mengkonsumsi kotoran hewan ?
Sesuatu yang Najis secara Otomatis Hukumnya Haram Dimakan.
Hadis tentang Sahabat meminum kencing unta.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا
Dari Anas bin Malik berkata : “Beberapa orang dari ‘Ukl atau ‘Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. (HR. Bukhori Muslim)
خَرَجْنَا إِلَى تَبُوكَ فِى قَيْظٍ شَدِيدٍ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً أَصَابَنَا فِيهِ عَطَشٌ حَتَّى ظَنَنَا أَنَّ رِقَابَنَا سَتَنْقَطِعُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْحَرُ بَعِيرَهُ فَيَعْصُرُ فَرْثَهُ فَيَشْرَبُهُ فَيَجْعَلُ مَا بَقِىَ عَلَى كَبِدِهِ
Kami berangkat menuju tabuk dalam keadaan sangat serba kekurangan. Kemudian kami singgah di suatu tempat, dan kami sangat kehausan. Hingga kami menyangka leher kami akan putus. Hingga ada orang yang menyembelih ontanya, lalu dia memeras kotorannya dan meminumnya, sementara sisa perasannya ditaruh di atas perutnya. (HR. Ibnu Hibban 1383, Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 20131, al-Bazzar dalam Musnadnya 215)
Sudah menjadi mafhum bahwa dalam keadaan darurat dapat menjadikan hukum yang awal mulanya harom menjadi halal. Begitu pula dalam 2 hadits diatas, yang dengan gamblang diceritakan bahwa para sahabat ketika itu dalam keadaan darurat. Hal itu dapat kita lihat dari lafadz : sangat kekurangan, sangat kehausan, dan leher kami akan putus.
Para Ulama pun juga menerangkan hadits tersebut :
واما امره صلى الله عليه وسلم العرنيين بشرب ابوال الابل فكان للتداوى والتداوى النجس جائز عند فقد الطاهر الذي يقوم مقامه. (مغنى المحتاج. ج ١ ص ٢٣٣)
Adapun perintah Rasulullah saw kepada al-arayini untuk meminum kencing unta tujuannya adalah untuk pengobatan dengan suatu yang najis mubah (boleh), jika memang yang suci tidak bisa menggantikan (dijadikan) obat. (Mughni al Muhtaj juz 1 hal. 233)
Berikut penjelasan tambahan tentang obat yang bersumber dari sesuatu yang harom.
تَدَاوَوْا يَا عِبَادَ اللهِ فَإِنَّ اللهَ لَمْ يَضَعْ دَاء إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاء، إِلَّا دَاءًا وَاحِدًا الْهَرَام
“Berobatlah wahai hamba Allah, karena Allah tidak menimpakan suatu penyakit kecuali Dia pula menjadikan obat baginya, kecuali satu penyakit, yaitu kematian.” (HR. Bukhari)
Tentu obat yang disyariatkan untuk dicari adalah obat-obatan yang halal. Lalu bagaimana jika terdapat obat yang berasal dari sesuatu yang harom dimakan ?
Pada dasarnya, berobat dengan sesuatu yang harom dimakan hukumnya ialah harom. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw :
إنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيْمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan obat untuk penyakit kalian dalam benda yang diharamkan untuk kalian. (HR. Bukhari secara Muallaq, 7/110).
إنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
“Sesungguhnya Allah SAW. telah menurunkan penyakit dan obat, serta menyediakan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang harom.” (HR. Abu Daud)
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ
“ Rasulullah saw. melarang untuk berobat dengan barang yang haram.” (HR. Ibnu Majah)
Akan tetapi, dalam keadaan darurat, hukum tersebut dapat berubah menjadi halal.
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Maka, barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah : 173)
Al Imam Izz Abdussalam berkata, “Dibolehkan berobat dengan barang najis sekalipun jika tidak ada ditemukan dihadapannya benda yang suci/halal. Karena mencari keselamatan dan keafiatan itu didahulukan dari sekedar menghindari najis. Namun tidak dibolehkan berobat dengan Khamr.”
Adapun syarat diperbolehkan berobat dengan sesuai yang najis adalah
(1) Apabila sudah tidak ditemukan obat yang berasal dari bahan yang suci yang bisa menggantikannya.
(2) Diketahui secara keilmuan bahwa benda najis/haram tersebut memang bisa memberikan kesembuhan.